Kencan
“Ini sama saja kaya nganterin Kenma ke sekolah,” ucap Tetsurou untuk kesekian kalinya sejak kemarin pada Kei.
Dan menitipkan Kenma di tangan yang aman, Kei memutuskan untuk mengiyakan kalimat tersebut. Toh, cuma dua jam. Dia kencan sama Tetsurou juga bukannya yang sampai seharian kaya jaman sekolah dulu.
Tadinya mereka berencana untuk nonton, tapi setelah dipikir-pikir, kayanya waktu dua jam akan terbuang sia-sia karena mereka hanya akan berdiam menatap layar dan tidak bisa leluasa mengobrol.
Jadi di sinilah mereka sekarang, di toko yang biasa dijadikan tempat tongkrongan Kei dan teman-temannya waktu pulang sekolah dulu. Toko itu milik pelatih SMA Karasuno, yang tentu saja sangat mengenal Kei. Lokasinya tetap sama, hanya saja eating area yang dulu selalu Kei huni sudah digantikan oleh anak-anak sekolah lain.
Karenanya pasangan suami-suami itu cuma membeli minuman hagat dan pergi ke taman sekitar sana. Duduk di bangku panjang dan memperhatikan manusia lain yang melakukan berbagai aktivitas. Ada anak muda yang piknik, anak kecil yang bermain lempar tangkap, dan masih banyak lagi.
“Inget ga, sih?” Tetsurou membuka pembicaraan setelah meneguk minumannya. “Waktu kita awal-awal jadian, aku sempet nyasar ke sini. Niatnya mau kasih kejutan, tiba-tiba muncul di gym sekolahmu. Eh, ternyata aku bener-bener ga tau arah.”
“Oh, iya ya,” kekeh Kei. “Aku sampe marah gara-gara waktu itu lagi latihan dan kebetulan kres sama yang lain. Tapi pas lihat kamu malem-malem di sini, malah kasihan akunya.”
“Haha… LDR gini banget. Aku beneran mau balik ke Tokyo semisal sampe jam 9 kamu belum dateng jemput aku.”
“Makanya jangan dadakan!”
“Namanya juga surprise !” Kali ini tawa Tetsurou perlahan senyap, meski senyum masih terulas lebar di wajahnya. “Lagian setelah itu kita nangis bareng di sini.”
Kei mengangguk mengiyakan. Ia ingat, saat itu mereka berdua sedang dilanda masalah sana-sini. Tetsurou yang hampir menyerah di semester kedua kuliahnya, lalu Kei yang nyaris keluar dari ekskul karena merasa kehadirannya akan langsung digantikan oleh anak-anak baru.
Sebenarnya Kei memang orang yang gampang ngambek, tapi entah kerasukan apa saat itu sampai ia juga ingin menyerah. Bagaimana ya rasanya, menghilang dan dicariin sama mereka? Dan ternyata, belum ada sehari, semua orang benar-benar menyeretnya untuk kembali ikut latihan. Kei berharap, dia bisa menjadi sosok yang seperti itu juga untuk Tetsurou meski dari jauh.
“Keiji sama Bokuto beah banget, ya.” Tetsurou membuka topik lain. “Kuliah mereka udah jarang ketemu meski masih sama-sama di Tokyo. Sekarang udah nikah malah pisah kota.”
“Kasihan sih, itu. Kak Keiji ke Sendai berharapnya dapat suasana yang tenang. Ternyata ketemunya sama Kak Udai dan punya anak Shoyo,” timpal Kei geli.
“Tapi waktu ketemuan sama Bokuto ya, masih adem aja. Kaya yang, ga ada canggungnya gitu.”
“Ya, kita kan, ga tau urusan keluarga orang lain,” sahut Kei. “Kak Iwaizumi sama Kak Oikawa juga keliatannya perang tiap hari, tapi kayanya di rumah adem. Kayanya, lho. Walau ada aja dramanya sampe ngelibatin tetangga.”
“Hahahaha, bener! Trio setan sayang banget sama mereka, kaya ga ada boundaries between them. Kalo Daichi sama Suga… Semua orang bisa menduganya, lah. Si Bubu sama Semi sih, yang paling gak kusangka. Sama-sama mantannya Ushiwaka pula. Pantesan bisa saling memahami gitu.”
Kei tertawa kecil mengingat Kenjiro yang dulu juga sering curhat ke dia dan menjadi saksi perjalanan cinta si dokter muda yang awalnya ‘Ushiwaka ini-itu’ menjadi ‘Kak Eita gini-gitu’.
“Dipikir-pikir, mereka semua ini temen kamu lho, Yang,” ujar Tetsurou sambil menatap Kei. “Selain Bokuto sama Keiji lho, ya. But in the end, aku juga jadi ikut kenal semua temenmu ini sampe kita tetanggaan.”
“Kan, kamu yang mutusin ikut ke Sendai, Tetsu.”
“Yeah, that’s the point. Thanks for inviting me to enter your world, Kei.”
Kei tersipu. Tetsurou memang jago membuat pipinya hangat dan memaksa bibirnya untuk terus tersenyum.
“Thanks for building a better world for us, Tetsu.”