Mengunjungi Mama

Tetsurou sudah hapal di luar hippocampusnya kalau Kei bilang “tidak usah datang!” berarti kebalikannya: “datang dong, Sayang. Kan, kamu penyemangatku!”

Yah, setidaknya itu narasi yang suka Tetsurou buat.

Pergi ke museum kota Sendai tak melepaskannya dari memori saat mereka pacaran. Waktu itu Kei masih kelas 3 SMA. Tetsurou memutuskan untuk mengambil beberapa hari dari libur semesternya untuk mengunjungi Sendai karena Kei tidak sedang dalam mood yang baik sejak mendapat diagnosa diabetes.

Hal yang berat karena Kei sangat suka kue dan mereka juga selalu makan manis-manis setiap berkencan. Bahkan hingga sekarang ia masih sedih karena tidak bisa lepas dari konsumsi insulin karena jarumnya yang menyakitkan, dan Tetsurou dengan sayang membantu mengganti patchnya setiap Kei tidur.

Kei sudah melarang untuk ke rumahnya, tapi dia sebenarnya sangat senang dan langsung memeluk Tetsurou sampai tidak mau lepas saat pacarnya itu datang dengan membawa satu bundle komik terbaru.

Sorenya, Tetsurou mengajak Kei untuk pergi jalan-jalan supaya tidak suntuk di rumah. Kei awalnya ragu, dia sudah lama ingin mengunjungi museum, namun ia takut Tetsurou bosan. Tetsurou sama sekali tidak masalah asalkan Kei senang, toh, kondisi fisiknya lumayan baik. In fact, both of them are nerds who love to info-dumping about everything.

Jujur, Tetsurou tidak berekspektasi apapun. Ia pergi ke museum saat tur sekolah, jadi di pikirannya cuma “Ah, isinya kan, begitu saja. Benda-benda bersejarah, that's all.”

Rupanya, pergi ke sana dengan waktu tak terbatas dan saat sepi memberikan pengalaman yang sangat menakjubkan.

Tetsurou sangat menikmati hari itu. Ia benar-benar diajak Kei untuk membaca semua tulisan deskripsi yang ada, memperhatikan detail baju tameng dan peralatan perang, alat masak tradisional, hingga diorama yang menampilkan berbagai adegan dan ekspresi.

Apalagi Kei kelihatannya sudah lupa dengan kekesalannya. Pada akhirnya Kei sangat lelah dan mereka harus beristirahat lebih awal dari perkiraan. Tapi melihat Kei yang sangat gembira menjelaskan tentang sejarah membuat Tetsurou tenang dan jatuh cinta untuk kesekian kalinya.

“Aku sangat ingin bekerja di sini.”

Itu yang Kei katakan dan Tetsurou sangat terharu suaminya bisa mencampai mimpinya.

Kembali ke masa semarang. Di jam istirahat kerjanya, Tetsurou segera meluncur ke museum tempat Kei bekerja.

Berminggu-minggu Kei mengerjakan presentasi yang menyenangkan untuk anak-anak usia 4 sampai 5 tahun. Apalagi nanti ada Kenma. Tentu Kei ingin menjadikan ini pengalaman kunjungan yang tak terlupakan untuk si kecil.

Sesampainya di museum, Tetsurou melihat rombongan anak-anak berseragam merah alias TK Nekoma yang baru turun dari bus dan sedang berbaris menunggu aba-aba dari guru. Rupanya beberapa orang tua juga ikut menyempatkan waktu, termasuk Chikara yang menemani si kembar.

Tetsurou menyapa Chikara lebih dulu, dan dengan gemas mengusak rambut si kembar yang ikut membalas sapaannya dengan sopan. Tak lupa Tetsurou menghampiri Nobuyuki Kai, teman masa sekolahnya yang baru saja diterima sebagai pengajar tambahan di sekolahnya Kenma. Ah, andai saja Yaku juga di sini, pasti mereka bisa pergi makan-makan bertiga nanti.

Meski badan Kenma yang paling kecil sampai sering dikira masih umur 3 tahunan, Tetsurou bisa dengan mudah mengenalinya di antara anak-anak lain. Kenma terlihat merengut, sepertinya dia tidur nyenyak sekali di bus dan dipaksa bangun saat sudah sampai di museum.

“Wah, papanya Kenma datang!”

Tetsurou yang berencana diam-diam mengejutkan Kenma, ternyata sudah ketahuan oleh bocah mowhak yang malah lebih semangat dari pada anaknya sendiri.

Kenma melihat kedatangan papanya. Ia membuang muka, tapi kakinya justru berjalan ke samping seperti kepiting dan tangannya bergerak mencapit celana pak dokter. Kiyoko, wali kelas Kenma yang juga kebetulan memperhatikan, tertawa gemas melihat interaksi anak itu dengan papanya.

“Aih, kok malu-malu? Ini malu apa ngantuk, nih?” goda Tetsurou sambil merapikan beberapa helai rambut Kenma yang menutupi muka. “Habis ini mau ketemu Mama, lho! Nanti dengerin Mama cerita, ya!”

“Uncle! Nanti di dalam ada dinosaurusnya, ga?” tanya Tora dengan suara keras dan enerjik.

“Ohoho! Tora udah ga takut dino, ya?” Tetsu ingin tertawa waktu ingat Tora menangis saat melihat buku dinosaurus milik Kei. “Nanti lihat ya, ada dino apa engga di sini!”

Tidak lama kemudian, Koganegawa, salah satu rekan Kei, menyambut dengan sangat meriah dan mengajak mereka untuk masuk ke dalam. Tetsurou cukup lega karena Kei memiliki teman yang sangat memancarkan energi positif meskipun suaminya sering cerita kalau Koganegawa meski cepat belajar, ia masih sering kurang teliti.

Kei menampakkan senyum hangatnya pada anak-anak yang hadir. Aduh, padahal setiap hari Tetsurou melihat senyum Kei, tapi tetap saja ia tak dapat menahan hangat di pipinya. Mata mereka bertemu dan Kei seperti tak menyangka Tetsurou benar-benar datang, sampai salah tingkah dan menyembunyikannya dengan berdeham. Aduh, gemas sekali suami Tetsu.

Kenma menoel kaki Tetsurou dan menunjuk Kei tanpa mengatakan apapun.

“Iya itu Mama mau ngajar Kenma sejarah,” tanggap Tetsurou, lalu menggandeng tangan Kenma.

Anak-anak dengan patuh mengikuti bimbingan guru-guru, Koganegawa dan Kei yang mulai memperkenalkan barang-barang bersejarah yang mereka temui sesuai rute. Mereka cukup sering mengunjungi museum ini dari pacaran hingga sekarang, tapi ini pertama kali bagi Tetsurou melihat secara langsung bagaimana Kei bekerja.

Kei memasang senyum permanennya dan menampilkan notebook besar yang berisikan ilustrasi cerita sejarah dengan karakter yang lucu. Anak-anak nampak sangat serius memperhatikan Kei Sensei dengan mata yang berbinar!

Tetsurou terharu dengan reaksi mereka. Kei bekerja keras membuatnya selama berminggu-minggu dan juga merancang script yang menyenangkan seperti bagaimana ia biasanya bercerita pada Kenma.

Eh...

Tunggu.

Kaya ada yang hilang.

Kenma???

Tetsurou panik saat sadar si anak kucing ternyata lepas dari gandengannya.

Rupanya Kenma sudah berada di sebelah Kei. Bocah itu tidak berbuat apa-apa dan hanya berdiri di sana, membuat beberapa anak salah fokus padanya. Kei yang menyadari keberadaan Kenma, tetap menyapa selama beberapa saat dan lanjut bercerita.

“Kenma!” bisik Tetsurou panik dan mengisyaratkan Kenma untuk kembali ke barisan anak-anak. “Ke sini dulu, Kenma! Bukan waktunya pentas!”

“Teman-teman tau ya, kalau Date Masamune itu- Eh, iya, kenapa, Sayang?”

Kei berhenti bercerita, lalu berjongkok karena tiba-tiba Kenma memeluk kakinya. Kiyoko dan Kai tertawa panik tapi juga bergegas untuk mengambil Kenma kembali. Namun sepertinya situasi dengan cepat berbalik karena Kei sekarang malah menggendong Kenma dengan sebelah tangannya.

“Hahaha... Maaf, Kenma ga kelihatan ya, makanya maju?” ujar Kei dan disusul oleh tawa gemas dari staff dan orang tua murid. “Kalau teman-teman bisa lihat gambarnya Kei Sensei?”

“BISAAA!!!” sahut anak-anak antusias meski masih salah fokus sama Kenma.

Kei menyerahkan buku gambarnya ke Koganegawa.

“Kogane Sensei bisa bantu Kei Sensei buat halaman selanjutnya, ya!”

“Siap!!!”

Dan dengan mulus, Koganegawa menanggapi 'insiden' yang tak diduga itu dan membalikkan halaman buku gambar selanjutnya untuk menyusul cerita Kei yang belum selesai.

Tetsurou merasa bersalah karena melepas Kenma begitu saja. Ia sama sekali tak menyangka kalau Kenma yang tidak suka menjadi pusat perhatian, justru menghampiri Kei yang sedang presentasi di depan banyak anak. Sedih sekali, giliran disuruh pentas, malah Kenma ogah.

“Tidak apa-apa.”

Mata Kei seperti menyampaikan perkataan tersebut saat bertemu dengan tatapannya.

Ah, mau bagaimana lagi?

Akhirnya selama sesi tur berlangsung, Kei tetap bercerita dengan interaktif sambil menggendong Kenma yang tumben manja sekali (yang kemungkinan besar karena mengantuk, atau memang mau pamerin Mama di depan teman-teman).

Mungkin Kenma tidak biasa dengan Kei yang memberikan perhatian kepada anak lain yang tentu saja berbeda saat bermain dengan tetangga.