Minta Maaf
Tooru berkacak pinggang sambil menatap satu per satu anaknya.
“Papa mau cari godzilla dulu. Nanti begitu pulang, semuanya minta maaf ke Chichi! Ga boleh diwakilin! Paham?”
Kaito, Nanao, dan Tobio yang baru selesai melepas sepatu mereka, menjawab kompak,
“Iya, Papa...”
“Di rumah Uncle juga engga boleh nakal. Engga boleh teriak, lari-lari, gangguin Uncles sama Seiya, nonono. Duduk diem aja, gambar-gambar di buku sendiri, mainan sendiri! Engga boleh berantem juga! Oke?”
“Iya, Papa...”
Daichi cuma bisa tersenyum canggung memperhatikan interaksi Tooru dan ketiga anaknya sembari berpikir,
Jadi tiap Tooru bilang 'briefing anak' sebelum dititipin ke tetangga, beneran di-briefing sampe segininya, ya... Apa kabar kalo Hajime yang briefing?
“Daichi, aku titip mereka bentar, ya!” pamit Tooru, muka tegasnya sudah berubah kalem lagi, lalu nepuk ketiga anaknya. “Dah! Baik-baik di sini, permisi dulu sama Uncle!”
“Permisi, Uncle!” seru Kaito lantang seperti biasa.
“Pelan-pelan, Ka-chan. Hayo! Papa baru aja ingetin!”
“Oh, iya!”
“Ih, Ka-chan bego!”
“Nao-chan, ga boleh gitu sama kakaknya!
“Iya, Papa.”
Setelah itu Tooru pergi dan Daichi mempersilahkan trio setan untuk masuk ke rumahnya. Di ruang tengah, ada Koushi yang sedang mengajari Seiya matematika. Kebetulan juga Kaito dan Nanao satu sekolah dengan Seiya, jadi Koushi 'menagih' pr mereka untuk dikerjakan bersama.
Meski terkadang masih ribut kecil perkara rebutan penghapus dan saling mencoret di buku satu sama lain, Seiya akan langsung menegur mereka supaya tetap tenang. Bagus, setidaknya kerjaan Koushi berkurang.
Daichi memilih menemani Tobio yang sudah asik tiduran agak jauh dari kakak-kakaknya, asik mencoret-coret buku gambarnya.
“Bio gambar apa?” tanya Daichi.
“Gojila!” sahut si bakpao, sibuk mewarnai gambarannya yang lebih mirip kodok campur landak itu. Mana dikasih warna biru dan kuning.
“Oh... Godzilla-nya Chichi?”
“Iya...” Tobio mengangguk. “Chichi sedih Gojila-nya mati dibunuh sama Ka-chan. Jadi Bio mau bikin Gojila baru buat Chichi.”
“Wah, semangat!” Daichi terkekeh mendengar pernyataan super sederhana itu, tapi dia juga penasaran dengan sesuatu. “Bio juga kena marah Chichi?”
Tobio menggeleng. “Chichi engga pernah marah kok, kalo sama Bio, Nao-chan, Ka-chan. Mesti Papa yang marahin kita, terus nanti Chichi belain!”
“Berarti Chichi marahnya ke Papa doang, dong?” kekeh Daichi.
“Iya! Padahal Papa juga nakal dan suka bikin Chichi marah. Katanya lucu liat Chichi ngomel.”
Koushi yang berjarak beberapa meter sampai tersedak ludah karena menguping.
“Tapi tadi...” Tobio berhenti mewarnai sejenak. “Chichi engga ngomel... jadinya Papa takut.”
Daichi sebetulnya hampir tidak percaya. Tentu saja, mengenal Tooru dan Hajime dari jaman SMA sampai kuliah, yang disaksikan matanya hanya Hajime yang marah-marah tiap dikerjain Tooru.
Tapi bagaimanapun, rumah tangga orang tidak ada yang tahu, kan?
Meski sibuk dan punya banyak anak, Hajime terlihat lebih banyak senyum daripada dulu. Di luar nampak tegas, tapi juga terlihat kalau dia sesayang dan se-tidak tegaan itu dengan anak-anaknya.
Kalau dipikir-pikir lagi, Tooru dari dulu sampai sekarang masih sama isengnya. Hajime tak pernah absen menegurnya kalau berbuat salah dan terkadang ikut meminta maaf atas perbuatan Tooru. Lalu punya tiga anak yang sifatnya seperti Tooru semua... Wah, sepertinya kesabaran Hajime jauh di atas Daichi.
“Nah, selesai!” celetuk Koushi, mengembalikan buku milik ketiga anak SD itu. Berasa les gratis. “Sekarang, gimana kalau kalian latihan minta maaf ke Chichi?”
“Tapi kan, salahnya Ka-chan!” elak Nanao. “Ka-chan yang ambil Gojila duluan!”
“Tapi Nao-chan yang pegang Gojila-nya terus pecah!” Kaito tidak terima.
“Itu soalnya nabrak Bio!”
“Eh, eh, kok jadi berantem?” Koushi salah tingkah dan menengahi. “Sabar ya, semua. Sabar... Tarik nafas dulu... Keluarkan...”
Dan untungnya kedua bobrok itu menurut.
Kemudian Tobio berjalan dan memamerkan karyanya yang dipenuhi warna mencolok.
“Itu dinosaurus?” tanya Seiya.
“Gojila!”
“Bedanya apa?”
“Gojila itu temen Chichi,” sahut Kaito. “Kalo dinosaurus temen Kyanma!”
“Oya? Kok aku ga kenal?”
“Makanya sekarang kenalan! Hih!” Kesabaran Kaito yang setipis tisu mulai habis.
“Udah, udah~”
Daichi ikut melerai. Kadang Seiya itu juga suka memicu keributan seperti Koushi. Luarannya saja yang nampak kalem dan teladan.
“Kan, sama-sama terlibat. Tetap harus bertanggungjawab, ya?” ucap Daichi. “Uncle percaya, begitu kalian minta maaf, Chichi ga bakal sedih lagi!”
“Tapi Nao takut...” Nanao menunduk sambil memainkan penghapusnya, lalu menatap Kaito dengan mata berkaca-kaca. “Kalo Chichi marah sama kita selamanya terus kita dibuang gimana? Kan, Papa bilang kalo Papa sama Chichi nemu kita di tempat sampah!”
Daichi dan Koushi saling bertatapan, kemudian sama-sama menepuk jidat. Setan juga si Tooru.
“E-Engga mungkin!” elak Kaito, tapi justru ia yang menangis duluan. “Chichi sayang kita, kok! Engga mungkin buangggggg”
“HUAAAAAAAAAAAAAA”
Koushi panik. Kedua anak itu benar-benar menangis. Daichi juga langsung mencari Tobio jaga-jaga kalau anak itu ikutan kakak-kakaknya.
Sampai akhirnya suasana kembali tenang.
Ada Seiya yang pukpuk kepala Kaito dan Tobio yang memeluk Nanao.
“Tenang, semuanya!” Seiya berujar dan tersenyum. “Walaupun kalian bego, Chichi sama Papa kalian tetep sayang, kok!”
Daichi sampai tercengang mendengar anaknya berkata begitu, sementara Koushi tertawa tanpa suara dengan raut muka seolah mengatakan, he said what he said.
“Iya! Betul kata Sei-chan!” Tobio memamerkan lagi karyanya. “Kita buat Gojila baru buat Chichi, terus minta maaf!”