Minta Maaf (2)
Tooru tahu, mungkin ini karma untuknya. Sifat jahilnya itu bercabang menjadi 3 berbentuk manusia semacam Kaito, Nanao dan Tobio. Hajime dulu sempat mampus-mampusin, tapi akhirnya juga yang paling sering kena apesnya.
Dan sekarang Tooru berdiri dengan muka bingung, serius, panik, semua jadi satu, di depan puluhan lego Godzilla yang harganya bisa menembus gaji bulanannya.
“Tadi yang rusak yang mana, ya?” gumamnya, masih sibuk memilih dengan kancingnya. “Kayanya yang bantet ini, deh.”
“Udah punya kalo yang itu.”
“EH, ANJIR!!!”
“Woy! Hati-hati!”
Saking kagetnya, Tooru terlonjak di depan dan hampir menabrak display di depannya. Hajime mendengus, tapi kemudian tertawa.
“Ngapain, sih? Main kabur gitu aja, anak-anak ditaruh di tempat orang ga ngomong aku dulu?” tanya Hajime, tidak ada nada menuntut atau kesal, murni heran.
Tooru menghembuskan nafas panjang.
“Kamu engga marah.”
“Hah?”
“Kamu biasanya marah kalau barang kesayanganmu rusak.”
“Oh. Mau dimarahin nih, ceritanya?”
“Marahin aku aja.”
“Aneh,” kekeh Hajime. “Dah, lah. Ayo pulang.”
“Hajime...”
“Jalan kaki aja. Deket, kan?”
“Tumben.”
“Ck.”
“IYA, IYA, MAU!!!”
Mereka berdua keluar dari toko dengan tangan kosong, berjalan kaki menyusuri jalan menuju rumah mereka yang berjarak kurang dari 2 km dari sana.
Keduanya diam, tapi sama-sama merasakan kalau suasana sekarang seperti saat bertahun-tahun lalu mereka nyaris tidak pernah tidak pulang sekolah bersama karena rumah mereka yang berdampingan.
“Inget pas kita kelas 4?” Hajime memecah keheningan. “Waktu kamu main voli di kamarku dan akhirnya kena display Godzilla-ku sampe ambruk?”
“NAH!!!” Tooru nunjuk-nunjuk Hajime bersemangat. “Itu kamu ngacangin aku seharian!!!”
“Oke. Terus inget waktu Kaito nginjek laptop kita pas dia lagi belajar jalan? Nanao muntah di bajuku pas aku mau berangkat kerja? Atau Tobio yang gigitin bola volimu sampe membekas?”
Tooru terdiam sejenak, pelan-pelan ikut memutar ulang memori-memori tersebut di benaknya.
Karena Tooru sama sekali tidak menjawab, Hajime pun melanjutkan,
“Waktu itu aku langsung narik kamu dan mastiin lemariku ga jatuhin kamu. Aku langsung nyabut semua charger dan nyingkirin stop contact biar ga nyetrum Kaito. Kita berdua juga langsung meriksain Nanao ke dokter dan ternyata dia cuma kekenyangan.”
“Dan Tobio yang ternyata tumbuh gigi,” tawa Tooru, akhirnya ikut menimpali. “Aku udah takut dia mules atau batuk gara-gara gigit sesuatu yang ga seharusnya.”
“Pada akhirnya kita ga jadi marah, kan?”
Tooru tersenyum sembari menatap Hajime. Masih banyak lagi momen serupa yang tidak bisa semuanya dijabarkan, tapi Tooru memahami intinya.
“Kaya mau sekaget dan semarah apapun, ujung-ujungnya aku ga bisa marah. Apalagi kalo soal kalian. Lebih penting keselamatan anak-anak yang bisa aja kegores pintu kaca atau kakinya luka gara-gara nginjek lego. Itu yang pertama kali kupikirin tadi. Aku bahkan kepikiran mau ganti display-ku ke lemari plastik aja, takut hal yang sama terjadi lagi.”
“Hajime...”
“Tapi—” Hajime ternyata belum selesai. “Kita masih harus giat ngasih tau soal privasi ke mereka. Biar nanti ga kebiasaan ngambil barang temen-temennya atau bahkan orang asing.”
“Bener...” Tooru mendengus keras, lalu tertawa keras dan merangkul Hajime. “Bolot banget kadang mereka ini. Tapi gimana, ya? Sayang banget.”
“Kaya kamu itu.”
“IYA, IYA, TAU! AKU MINTA MAAF! KALI INI JANGAN MARAHIN MEREKA!!!”
“Aku emang ga niat marah. Kamu aja yang mau kumarahin.”
“Iya, hukum aja kalo perlu.”
“Oke. Lari keliling komplek 5 kali, push up 50 kali—”
“APAAN—”
Tooru dan Hajime sampai lebih cepat ke kediaman Sawamura setelah berlomba lari. Seperti jaman sekolah, yang kalah akan traktir ramen pakai ekstra topping.
Tidak ada yang kalah, sih. Keduanya tiba bersama, tapi Hajime tetap mau traktir mereka sekeluarga.
Tapi ternyata saat mereka masuk, keadaan hening sekali. Trio setan sama-sama ketiduran, banyak kertas berserakan di meja bergambarkan hewan aneh-aneh.
“Digambarin Godzilla sama mereka,” terang Daichi.
“Lucu banget, lho!” timpal Koushi. “Seiya sampe bantu warnain!”
Hajime menatap Tooru tajam.
“Kamu... Cerita ke mereka?”
Nah. Hajime akhirnya benar-benar marah.