PART 4 – ON THE SAME PAGE
Sejak mereka saling tahu bahwa Atsumu adalah Natsumi, nampaknya, keduanya mulai berusaha untuk juga saling mengerti satu sama lain.
Atsumu tahu bahwa Kiyoomi tidak suka dengan orang yang pelupa, maka sebisa mungkin ia mencatat semua detail-detail yang diminta dan mengonfirmasi kembali (meski terkadang ia masih melewatkan atau salah paham tapi tidak mau mengakui kalau ia tidak memahami yang disuruh).
Sebaliknya, Kiyoomi juga terus mencari cara agar ia bisa menjelaskan kepada Atsumu dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti juga memaklumi sikap panik dan mudah teralihkan fokusnya, walau di beberapa kesempatan Kiyoomi dibuat meledak dengan kesalahan-kesalahan yang tidak begitu disengaja.
Sebagai perantara Kiyoomi dan Atsumu, Tsukasa memperhatikan kalau keduanya semakin bisa bekerja sama jika mengesampingkan pertengkaran-pertengkaran yang menurutnya masih wajar.
Tsukasa bersyukur Atsumu perlahan terbiasa dengan pekerjaan yang sangat membutuhkan konsentrasi tinggi dan ketelitian ini, dan Kiyoomi yang mulai dapat berinteraksi lebih banyak dengan orang selain dirinya dan Motoya.
Nampaknya, bulan ini mereka bisa membuat preview yang cantik dan memikat.
Sebagian besar lampu sudah dimatikan, Tsukasa pulang lebih dulu karena ada acara (yang Atsumu yakini adalah kencan) dan beberapa staf divisi lain yang juga berbagi ruangan dengan mereka satu per satu mematikan lampu meja masing-masing.
“SELESAI SUDAH- ups!”
Atsumu berteriak dengan bebas dan menutup laptopnya dengan suara kencang, kemudian memukul mulutnya sendiri saat tersadar bahwa di ruangan itu tersisa dirinya dan Kiyoomi. Karena terlalu bersemangat mengejar target yang mereka berdua tentukan, Atsumu jadi ikut lembur. Tapi tidak apa-apa! Ia sudah sering mengecewakan Kiyoomi jadi sekeras mungkin ia harus menunjukkan kualitas dan usahanya.
Ia menatap jam dinding dan saat membacanya, ia senang karena masih punya banyak waktu untuk pergi ke kedai onigiri saudara kembarnya sekarang.
Atsumu mendorong kursi kerjanya ke belakang dan melihat ke bilik Kiyoomi yang menampakkan cahaya monitor warna-warni, menandakan bahwa senior yang sebetulnya berusia lebih muda darinya itu masih bekerja.
“Omi-kun~” Atsumu memanggil Kiyoomi dengan nama panggilan buatannya, ia selalu melakukannya saat hanya ada mereka berdua saja. “Aku sudah menyimpannya. Kau bisa cek lagi besok...”
Atsumu berhenti berbicara ketika mendapati Kiyoomi yang tidur dengan posisi yang sangat tidak nyaman; kepala bersandar pada lengannya yang masih menggenggam pena dan tangan lainnya menggantung di laci keyboard. Milky yang biasa berada di dekapan eratnya, tergeletak di lantai dan headphone yang selalu dikenakannya tidak bisa ditemukan di manapun.
Ini bukan pertama kalinya Atsumu melihat Kiyoomi lembur sampai tertidur seperti ini. Kadang ia tak tega karena rata-rata alasannya mengambil jam kerja lebih banyak karena untuk memperbaiki kesalahan.
Apakah bantuan Atsumu sebenarnya tidak cukup... Atau bahkan sama sekali berguna? Apa mungkin Atsumu yang tidak memperhatikan koreksi Kiyoomi dan membuatnya harus menanggung semua kesalahannya agar tidak dimarahi oleh atasan? Dia seperti lelah sendirian, bagaimana nasibnya dulu saat sebelum Atsumu datang? Apakah sama saja?
“Hei, Omi-kun...”
Atsumu mengambil Tsumi, mengibaskan debunya lalu menyentuhkan boneka itu berkali-kali ke bahu Kiyoomi sampai pria bersurai hitam itu terbangun.
“Huh?” Kiyoomi mengusap pipi kanannya yang terasa panas karena tidur dengan posisi wajah menekan lengannya, lalu otomatis menerima Tsumi dan meletakkannya ke atas pahanya.
Dipikir-pikir, ia cukup menggemaskan kalau tidak merengut dan marah-marah.
“Aku sudah menyelesaikan pekerjaan yang kau minta,” ujar Atsumu dan kembali ke tempatnya sendiri untuk mengambil barang-barangnya. “Ayo kita pergi makan!”
“Aku sudah makan jelly,” sahut Kiyoomi, menarik nafas sejenak dan tangannya otomatis menyentuh pena dan mouse lagi.
“Hei! Simpanlah pekerjaanmu! Masih ada hari esok!” Atsumu bersedekap tidak setuju. “Kau ini suka menanggung semuanya sendiri. Setidaknya beritahu aku jika membutuhkan bantuan. Apa gunanya aku sebagai asisten warna kalau kau sendiri tidak menggunakanku? Kalau memang tidak sesuai dengan yang kau inginkan, kau bisa memberitahuku untuk menambahkan detail-detail tertentu. Aku sungguh berusaha untuk mengerti dirimu, jadi ijinkan aku untuk terus belajar dan membantumu! Itu gunanya rekan!”
“Sudah.”
“Eh?”
Saking asiknya menyampaikan apa yang ada di pikirannya, Atsumu baru menyadari kalau ternyata Kiyoomi juga sudah mematikan komputernya dan bersiap untuk pulang.
“Sejujurnya aku tidak begitu memahamimu,” ucap Kiyoomi. “Aku tidak mengerti kenapa kau terus saja memasukkan warna yang bertabrakan pada Ritsuki setiap kali ia bertemu dengan Taka. Tapi hari ini aku memutuskan untuk berdiskusi dengan tim storyboard dan mereka mengatakan kalau Ritsuki memiliki memori jangka pendek. Cerita ini dari sudut pandang Ritsuki yang mencintai Taka, tapi ingatan tentangnya tiap hari selalu berubah. Hari ini saat upacara penerimaan siswa baru, Taka berambut abu-abu gelap dan bermata kenari, lalu hari berikutnya saat bertemu di kantin, mata dan rambut Taka tiba-tiba kau warnai hitam. Awalnya aku kesal dan terus memperbaiki shade rambut Taka yang kau buat di setiap framenya, tapi ternyata aku salah. Karena itu aku berusaha untuk mengembalikannya kembali tanpa membuatmu mengerjakannya ulang, karena kemarin kau bilang kau selalu lupa membuat salinan pekerjaan terdahulu.”
Ini bukan pertama kalinya Kiyoomi berbicara panjang lebar padanya dan tidak melalui teks. Biasanya ia selalu menggunakan tempo yang begitu cepat dan beberapa katanya sering terlewat dari pendengaran Atsumu. Cenderung otoriter dan memaksanya untuk segera paham. Tentu saja karena mereka berada di lingkungan kerja.
Tapi saat ini, meski Kiyoomi juga berbicara sama cepatnya, namun dengan intonasi lebih lembut seperti seseorang yang mengakui kesalahannya dan ingin meminta maaf. Ia terus memberi jeda di setiap akhir kalimatnya agar Atsumu benar-benar dapat memahami apa yang ingin disampaikannya.
Kiyoomi menghembuskan nafas panjang setelah berkata-kata seperti itu, lalu memainkan tali ranselnya sendiri sambil melanjutkan,“Mungkin kita bisa berdiskusi mengenai kapan saatnya memastikan warna rambut dan mata Taka setelah kedua tokoh itu semakin sering bertemu dan saling mengenal.”
“Omi-kun...” Atsumu menghapus pelan air matanya yang sudah di ujung. “Kau begitu memikirkanku-”
“Aku memikirkan tentang kita. Jadi kau mau mengajakku makan di mana? Kuharap di manapun itu, tempatnya higenis dan tidak bau keringat.”
“Hah?”
“Kau tadi mengajakku makan-”
“OH, BENAR!!!” Atsumu mengepalkan tangannya ke atas dengan bersemangat. “AYO KE TEMPAT SAUDARAKU!!!”
Onigiri Miya sudah mulai sepi saat mereka datang, persis seperti yang Atsumu harapkan. Hanya ada sepasang kakek-nenek yang makanan mereka sudah habis tapi masih ingin menonton siaran kompetisi voli sekolahan yang ditayangkan di televisi gantung.
Osamu sedang mencuci piring, sementara Rintarou menjaga kasir sambil memainkan ponselnya dan mengemut es stik.
“Itu Suna Rintarou, pacar saudaraku,” jelas Atsumu ketika dirasanya mata Kiyoomi meneliti Rintarou yang sama sekali tidak mengubah posisi setengah tidurannya saat melihat kedatangan mereka. “Hari ini pegawai yang berjaga sedang sakit, jadi dia datang membantu. Dia memang terlihat mengantuk, tapi percayalah, sebenarnya dia yang paling perkasa di antara kita.”
“Yo~” sapa Rintarou, sedikit menegakkan tubuhnya untuk memberikan buku catatan pesanan pada Atsumu dan Kiyoomi yang duduk di bar. “Tulis saja sendiri dan sampaikan pada Osamu. Aku sedang menonton live idolaku.”
“Akhirnya seseorang yang tidak bicara Kansai.”
“Hei, apa maksudmu, Omi-kun???” Atsumu menyikut pelan lengan Kiyoomi yang terdengar lega saat tahu Rintarou tidak memiliki dialek yang sama dengannya.
“Kau Rin-chan?”
Bagai tersambar petir, jantung Atsumu seperti berhenti mendadak mendengar Kiyoomi dengan santainya menembak pertanyaan itu. Osamu yang menguping, segera menyibak tirai ruang belakang dan membawa sutil kayu, mungkin mengira kalau ada penguntit Rintarou yang datang lagi ke kedainya.
Rintarou mencabut es dari mulutnya dan memicingkan matanya sedikit, kemudian tertawa sambil mengibaskan tangannya.
“Tajam sekali. Kau pasti yang dapat hadiah perdana dari Natsumi, ya?” tanyanya. “Aku melihatmu waktu itu saat sedang istirahat.”
“Bukan stalker, kan?” Osamu berdiri di belakang Rintarou untuk memastikan dan saat kekasihnya menggeleng sebagai jawaban, ia kembali lagi pada pekerjaannya yang terhenti.
“HENTIKAN!!!” Atsumu menutup telinga dengan kedua tangannya rapat-rapat. “AKU TIDAK INGIN MENDENGARNYA!!!”
“Iya,” sahut Kiyoomi. “Itu... Sepupuku penggemar beratmu. Kau ingat laki-laki yang alisnya seperti bola coklat itu?”
“Yang namanya Komori? Dia sangat ceria dan sopan, bahkan tidak pernah menyentuhku saat aku bilang tidak apa-apa jika hanya sekedar bersalaman. Kalau aku bertemu dengannya lagi, aku akan memberikan oleh-oleh untuknya.”
“Tolong jangan. Sebenarnya dia gila.”
Tentu saja Kiyoomi maupun Rintarou tidak mengindahkan permintaan Atsumu.
Dan Atsumu sendiri tidak benar-benar serius. Bahkan ini bagus. Ia tidak mengira kalau Kiyoomi akan dengan santainya bersosial dengan Rintarou dan membicarakan orang lain bersama, bahkan juga bersekongkol dengan Osamu untuk meledeknya.
Kiyoomi juga menyukai onigiri buatan Osamu. Atsumu tidak ingat detail, tapi Kiyoomi memuji isian umeboshite yang sangat segar dan ingin membeli merk nasi yang sama saat stok di apartemennya habis.
Pria kaku yang perfeksionis dan menyendiri itu, bisa akrab dengan begitu cepat dengan kenalan Atsumu meski ia masih bisa mendengar ada nada canggung dan gagap di beberapa kata yang keluar.
Tapi Kiyoomi benar-benar berusaha untuk dekat dengannya.
Rasanya, Atsumu semakin tidak ingin mengecewekannya lagi.
“Omong-omong, Atsumu...”
Suara Rintarou memecah ketenangan batinnya.
“Kau sudah siapkan kebutuhan event minggu depan?”