Sakit
Tetsurou keluar dari mobilnya dengan sedikit terburu-buru ketika sampai di rumahnya. Bahkan nyaris lupa untuk mengambil keranjang berisi makanan dari Eita di kotak paket.
Perasaannya tidak enak sejak ia mendapat kabar bahwa Kenma sakit. Walaupun keliatannya berusaha bersikap santai dan Kei sudah bilang suhu badan Kenma kembali normal, tapi siapa sih, yang tidak kuatir kalau anaknya sakit?
Saat masuk rumah, Tetsurou meletakkan makanan di dapur yang bisa dibilang masih sangat bersih. Dia tahu kebiasaan Kei yang mau serepot apapun, rumah harus tetap rapi. Tetsurou membuka perlahan kamar Kenma, tapi justru tidak ada siapapun di sana. Ruangannya dingin seperti tidak dihuni sama sekali, begitu juga dengan kamarnya dan Kei.
Barulah Tetsurou ingat kalau tadi Kei sempat bilang Kenma tidak mau berbaring sama sekali. Karena ia baru dari rumah sakit, Tetsurou mengganti pakaiannya lebih dahulu lalu melangkahkan kaki ke playroom dan voila! Dua orang tersayangnya ada di sana dengan keadaan tidur!
Kei setengah berbaring di atas sofa, sebelah tangannya terkulai ke bawah dan sebelah lagi bergerak sangat pelan menepuk-nepuk pantat Kenma seolah melakukannya dengan keadaan setengah sadar. Wajahnya sedikit merah dan penuh keringat, terlihat sangat lelah.
Sementara Kenma tertidur pulas di atas badan Kei sampai ngiler. Baju mereka juga terlihat basah semua karena keringat.
“Enak banget kamu, Nak. Seharian melukin Mama, kan Papa juga mau,” gumam Tetsurou iri.
Dengan sangat hati-hati, Tetsurou melepaskan pengait gendongan yang melingkari tubuh Kei dan Kenma, kemudian mengangkat anaknya itu dan—
“Hrgrhrnghrnghrngrhrnghhh”
“Shhh, shhh, shhh,” bisik Tetsurou menenangkan anaknya bersuara seperti mesin rusak gara-gara dipisahkan dari mamanya.
”...hrhrgrhrhrhh”
“Iya, Sayang. Bobo ya, bobo~”
Beruntung tidak ada drama lanjutan, dengan cepat Kenma kembali tenang dalam gendongannya. Tetsurou menghela nafas lega, tubuh anaknya sudah tidak sepanas yang ia bayangkan. Kenma pasti akan lebih cepat pulih kalau istirahat dengan nyaman.
Tapi...
Tetsurou kembali pada keanehan yang ia pikirkan tadi. Ia menyibak poni Kei yang basah karena keringat dan terkejut saat menyadari betapa panas kulit suaminya.
“Oya, oya, oya... Ini badan kok ikutan nyerap panas,” kekeh Tetsurou. “Pantesan... Tiba-tiba manja gitu.”
Setelah mengganti pakaian Kenma dengan yang baru, membaringkan di tempat tidur, dan mengecek suhu badan anaknya yang sudah jauh lebih baik, Tetsurou meninggalkan kamar anaknya dengan pintu terbuka. Sengaja biar tahu kalau Kenma terbangun dan mencari orang tuanya.
Tetsurou kembali ke playroom dan Kei ternyata masih tidur. Iapun mengembalikan pada tempatnya tumpukan buku cerita di meja yang mungkin saja Kei bacakan sampai habis supaya Kenma tidur dan juga piring berbentuk kucing milik si bocah yang tersisa sedikit nasi.
“Ayang~” panggil Tetsurou menepuk pelan pipi Kei yang panas. “Bangun. Makan dulu, terus minum obat.”
Kei perlahan membuka matanya, mengernyit sembari memegangi kepalanya yang sakit.
“Dadaku kok, kaku banget...” keluhnya sambil berusaha duduk, dibantu oleh Tetsurou.
“Haha, ya gimana ga kaku? Udah berapa jam kamu ketindihan Kenma?” tanya Tetsurou seraya terkekeh. “Demamnya malah pindah ke kamu, nih.”
“Oya?”
“Iyaaa”
“Kenma udah gapapa?”
“Aman. Udah kupindah ke kamar, habis minum air langsung bobo lagi dia.”
“Yaudah...”
“Ayo, makan!” ajak Tetsurou sambil menunjuk dua piring yang ia letakkan di meja kecil. “Aku udah kelaperan ini. Kamu pasti dari tadi juga ga makan karena ngurus Kenma.”
Kei terdiam. Sepertinya dia memang masih mengumpulkan nyawanya.
Melihat Kei yang cuma bengong, entah karena sakitnya atau masih mengantuk, Tetsurou tidak tahan dan langsung mencubit pipinya.
“Yuk. Aku suapin.”
“Asiiik~”
Akhirnya Kei benar-benar mau makan meski hanya beberapa suap, yang penting cukup untuk mengisi perutnya dan bisa minum obat setelahnya.
“Belepotan, ah. Kaya Shoyo makannya,” ejek Tetsurou, untuk ketiga kalinya mengelap ujung bibir Kei yang terkena makanan.
“Kok, tumben enak,” ucap Kei tanpa mempedulikan Tetsurou.
“Oh, ini Semi yang masak.”
“Pantesan.”
Tetsurou tersenyum. Sepertinya dia memang tidak perlu kuatir berlebihan karena Kei masih bisa mengecap rasa.
“Mau tidur sekarang?” tanya Tetsurou sembari menyeka keringat di dahi dan leher Kei dengan handuk.
“Hm... Masih ngantuk, sih.”
“Ayo pindah ke kamar. Di sana dino-nya lebih banyak.”
“Gendong,” pinta Kei, merentangkan kedua tangannya.
Duh, Tetsurou mana bisa menolak, sih?
“Piggyback or bridal?”
“Koala, please?”
Tetsurou mengiyakan dan mendekap Kei yang sudah tidak sepanas tadi, mungkin efek obat juga, dan mengangkatnya. Kei sendiri langsung memeluk Tetsurou dan menyandarkan kepalanya dengan nyaman di bahu sang suami yang membawanya ke kamar mereka berdua.
“Udah sampe, Yang,” ucap Tetsurou sambil naik ke atas tempat tidur dan bermaksud membaringkan Kei.
Namun tidak ada jawaban.
“Kei?”
Dengkuran halus terdengar dan menggelitik tengkuk Tetsurou.
“Oyaoya, cepet banget tidurnya.”
Tetsurou hanya bisa tertawa sekaligus bingung bagaimana cara membuat Kei berbaring di atas kasur tanpa membangunkannya.
Sepertinya Tetsurou memang harus bersabar dan bertahan dengan posisi ini.