Tantangan Baru pt. 1

“HUWAAAAAAAAAAAAAA”

Sudah biasa bagi seluruh penghuni perumahan cemara mendengarkan tangisan bocah sepagi ini. Ya, bagaimana tidak biasa? Anak-anak mereka rata-rata berusia 5 sampai 7 tahun. Tentu usia yang sangat wajar bagi bocah umur segitu untuk belajar mengolah emosi.

Yang tidak biasa adalah, itu bukanlah tangisan Kaito yang terkenal sebagai bocah kematian, ataupun Tsutomu yang setiap hari menangisi semua hal.

Tapi, itu suara Kenma!

Iya! Bocah pemiliki ‘penitipan anak’ yang biasanya pasrah, plonga-plongo, dan mageran, pagi ini memiliki tenaga berlebih untuk bisa menangis sekeras itu sampai kedengeran satu blok.

“Kenma… Cup, cup, dong… Nanti Mama telepon kok, kalau sudah sampai,” bujuk Tetsurou yang kewalahan menenangkan anaknya.

“MAMAAAAAAAAHWHAHWHAAAAA”

Kenma masih menangis keras sampai suaranya terdengar parau, ingus serta air matanya sudah meleber kemana-mana, membasahi baju Papa yang sudah lima belas menit menggendongnya berkeliling area perumahan.

Jadi, begini ceritanya: Kei memang sedang ada jadwal outing bersama teman-teman kantornya ke Nagasaki selama dua hari. Sebenarnya tidak bisa dibilang sepenuhnya jalan-jalan juga sih, karena Kei yakin di sana pasti mereka disuruh melakukan sesuatu untuk pekerjaan.

Kei dan Tetsurou sudah melakukan “briefing” dengan Kenma selama satu minggu ini supaya anak mereka tidak kaget dengan Mama yang akan absen sementara di kesehariannya. Meski terlihat tidak rela dan sering ngambek saat diajak bicara, tapi Kenma nampaknya paham kalau Mama pergi untuk bekerja dan juga tidak akan lama.

Lalu mood yang sudah berusaha mereka bangun hancur total ketika pihak kantor datang menjemput Kei setengah jam lebih awal karena ternyata mereka salah memesan jadwal penerbangan. Alhasil mereka harus berangkat saat itu juga supaya tidak ketinggalan pesawat.

Tetsurou maupun Kei berusaha keras membangunkan Kenma tapi ternyata anak itu benar-benar masih lelap. Mungkin kelelahan karena si kecil semalaman nyaris begadang karena gugup mau ditinggal Mama pergi.

Jadinya Kenma yang baru bangun satu jam setelah Kei berangkat, panik mencari mamanya dan menangis saat mengetahui Mama sudah berangkat. Sedih sekali, padahal rencananya mereka masih bisa sarapan bersama. Tetsurou jelas kewalahan karena terakhir Kenma meledak sampai segininya adalah saat anak itu berusia 2 tahunan.

“WUOOOHHH, APPLE PIE!!! KENMA MAU APPLE PIE???” seru Tetsurou heboh, berusaha mengalihkan Kenma pada toko roti yang sudah dekat di jarak pandangnya.

Mendengar makanan kesukaannya disebut, tangis Kenma berangsur reda. Wajahnya sangat merah dan sesekali ia terbatuk karena tangisnya. Tetsurou mengelap muka Kenma yang basah dengan sapu tangannya, juga membersihkan ingus anaknya yang menempel kemana-mana.

“Aupainyawatsarapan?” tanya Kenma dengan suaranya yang sangat serak seperti orang habis makan 100 cabai.

Tetsurou selalu merencanakan menu makan sehari-hari keluarga kecilnya, tapi khusus hari ini dan mungkin besok, sepertinya tidak apa-apa kalau melenceng sedikit dari jadwal.

“Iya, apple pie-nya boleh buat sarapan. Udah dulu tapi nangisnya, ya? Nanti apple pie-nya jadi asin dan melempem kalo Kenma makannya sambil nangis.”

Kenma tidak menjawab, ia masih sesenggukan dan hanya menyandarkan kepalanya dengan lemas ke bahu Papa. Tetsurou menghembuskan nafas lega, memindahkan badan anaknya yang hampir melorot dalam gendongannya ke lengan satunya dan sesekali menepuk punggung si kecil untuk menenangkan.

Pak dokter mulai pegal karena kalau ditotal sudah hampir setengah jam dia menggendong Kenma yang badannya mulai besar. Sepertinya Tetsurou harus kembali nge-gym setiap hari, karena dia cuma olahraga saat Koutarou datang ke Sendai dan mengajaknya ke gym.

Saat hampir sampai ke toko roti yang dituju, mereka berpapasan dengan Tooru yang menuntun Tobio belajar menggunakan sepeda roda tiga.

“Ututu~ Kenma-chan kenapa, kok merah banget mukanya? Dijahilin sama Papanya, ya?” Mulailah Papa Trio Setan mengompori. “Mana Mam—”

Tetsurou langsung melotot, mengisyaratkan dengan jari dan tatapan matanya supaya sama sekali tidak menyebutkan nama Kei. Untungnya walau Tooru sedikit bermulut setan, ia masih bisa diajak kerja sama terutama dalam menghadapi anak tantrum.

Ya, bagaimana lagi… Tooru punya 3 anak yang sering mereog. Tentu dia paham sekali dengan situasi seperti ini.

“Kenma ga dikasih susu sama Papanya, ya?” tanya Tobio. “Di rumah Bio banyak. Kenma boleh ambil satu aja, tapi ambil yang leci aja, ya. Bio ga suka yang itu.”

“Heh! Nawarin yang niat, dong!” tegur Tooru.

Tetsurou terkekeh, lalu memiringkan badannya supaya Kenma yang di gendongannya bisa melihat Tobio dengan jelas.

“Tuh, ditawarin susu sama Bio! Kenma mau?”

Kenma justru menyembunyikan wajahnya di bahu Tetsurou dan mulai merengek lagi.

“Apple pie...”

“Oh, iya, iya. Kenma mau apple pie aja, ya? Itu toko rotinya udah di depan,” timpal Tetsurou, berusaha tidak cemas supaya anaknya tetap tenang, lalu beralih ke Tobio. “Kata Kenma susunya kapan-kapan ya, Bio!”