Trio kematian
Tetsurou mengajak anak-anak buat ke halaman belakang, karena kondisi playroom mereka saat ini sudah sangat kacau: blocks di seluruh lantai, rumah-rumahan yang sudah tidak ada bentuknya, buku cerita di mana-mana, dan kepingan CD yang hampir semuanya sudah diputar.
“Kita main sepak bola, ya!” Yang mulia Kaito kembali bertitah. “Nanti yang kalah harus jadi babu buat beres-beres rumahnya Kyanma!”
Agak terharu Tetsurou, nih. Ternyata walau kelihatannya barbar, tapi si sulung dari trio ini masih punya tata krama bertamu :')
“Engga asik!” Nanao menyahut sambil menunjuk bola voli yang dimainin Kenma sendirian. “Nao sama Bio mau main voli! Ya kan, Bio?”
“Hm!” Tobio ngangguk semangat dengan mata berbinar. “Biar kaya Papa! Yang skippy-skippy itu lho!”
“Bukan Skippy! Staples!”
“Setter.” Kenma mengoreksi mereka berdua.
“SETTER!!!” Nanao dan Tobio berseru lantang.
Kaito mendengus. Dia selalu kelihatan tidak suka tiap keinginannya tidak dituruti. Tetsurou sampe capek ganti-ganti kartun karena semua adegannya dikomen sama Kaito. Bocah itu terlalu realistis untuk ukuran anak SD kelas 2.
“Dari tadi kita udah main pake tangan, tau!” protes Kaito. “Puzzle, kereta, buku. Sekali-kali pake kaki! Biar kalo ada yang ganggu, tinggal tendang!”
Tetsurou yang lagi jongkok menikmati drama di depannya langsung tersedak ludahnya sendiri, jadi mempertimbangkan apakah ia harus menasehati supaya mereka tidak terbiasa pakai kekerasan atau diterusin saja.
“Kata Papa ga boleh gitu!” Nanao memperingatkan, Tetsurou sudah mau lega kalau saja tidak ada lanjutannya, “Kalo ada yang ganggu, digaremin aja! Kata Papa nanti bisa belajar ke Uncle Tsuki!”
Untuk kedua kalinya, Tetsurou tersedak lagi.
“Digaremin itu diapain?” tanya Tobio polos.
Kenma yang tadinya menyendiri, seperti tertarik sama pembicaraan tersebut.
“Kaya mackerel yang Bio makan tadi. Kan, ada asin-asinnya. Nah, itu digaremin.”
Tetsurou takjub. Kayanya baru kali ini Kenma ngomong sesuatu yang panjang walaupun ngawur, tapi tidak sepenuhnya salah.
Padahal Tetsurou paham maksudnya “digaremin” itu ya... Dalam bentuk kata-kata menyakitkan :)
“Oh...” Tobio ngangguk-ngangguk. “Terus cara gareminnya gimana?”
“Lempar aja ke muka orangnya!” Nanao menimpali adiknya dengan cerdas. “Kan jadi kaya salju! Seru pasti!”
“Ih! Kok jadi bahas garem?!” Kaito mengalihkan atensi lagi. “Ga usah voli, sepak bola aja seru! Pokoknya yang kalah jadi babu, ya!”
“Tapi Nao maunya voli!” Selanjutnya Nanao menjulurkan lidahnya main-main. “Sana main sendiri! Nao, Bio, sama Kyanma mau main sama Uncle Tetsu!”
Kaito menghentakkan kakinya kesal. “Aku mau ke rumahnya Seiya aja! Kita masih ada misi cari guguk bareng. Di sini cupu semua!”
“Ehhh! Bentar-bentar!”
Tetsurou langsung mengalangi si preman cilik yang hampir mau meloncati pagar belakang. Gila aja, guguk yang diidamkan Seiya itu dua kali lebih gede daripada para bocah.
“Habis ini Chichi pulang!” Tetsurou berusaha membujuk untuk ke-104 kalinya hari itu, “Nanti Ka-chan bisa main sepak bola sama Chichi. Jadi tunggu, ya!”
Jawaban itu tidak begitu membantu. Kaito terlihat melunak, tapi masih dongkol. “Ga mau sama Chichi juga! Pasti belain Nao-chan sama Bio terus!”
Dalam hati Tetsurou merapalkan doa supaya Kei bisa langsung teleport dari museum ke rumah langsung. Meski tiap hari bertemu, selama ini Tetsurou tidak pernah menjaga trio kematian.
Selalu Kei, itupun cuma sebentar karena jam pulang sekolah Kaito dan Nanao berdekatan dengan jam pulang kerja orang tua mereka. Jadi Kei cuma menjaga Tobio yang satu daycare dengan Shoyo dan Kenma, juga lebih penurut walau pertanyaannya kadang ajaib.
Untungnya Kaito menurut walaupun setengah hati. Dia juggling bola sendirian dan sesekali sengaja cari perhatian dengan membiarkan bolanya menggelinding ke arah saudara-saudaranya yang sedang oper bola.
Tetsurou dengan lembut memperingati supaya hati-hati karena berbahaya, bisa saja mereka tidak sengaja terkena bola atau terpeleset, lalu mengajak Kaito untuk main di area yang lebih pojok.
Tetsurou juga bingung harus bagaimana sama anak orang. Kenma tidak pernah merajuk. Walau susah dinasehatin soal kebiasaan buruknya, tapi anak itu tidak sampai membantah. Jadi opsi yang bisa Tetsurou ambil ya... Membiarkan Kaito sampai puas ngambeknya.
Lagipula, seharian ini mereka bermain di bawah titah Yang Mulia. Sekali-kali Kaito juga harus tahu kalau tidak semua keinginannya harus dituruti.
“Ka-chan...”
Tetsurou mendongak, Kenma menghampiri Kaito yang sudah tidak memainkan bolanya lagi. Datang dengan tangan kosong, Nanao dan Tobio jadi ikut berhenti main.
Sedangkan sang dokter jadi was-was.
Like... APA INI??? KENMA NGAJAK INTERAKSI DULUAN??? BUKAN MAU BERANTEM, KAN???
“Apa?” Kaito membalas sok cool.
Kenma diam selama beberapa saat, menunduk dan menatap ke arah bola yang ada di bawah pijakan kaki kanan Kaito.
“Mau level-up...” ucap Kenma pelan.
Hening.
Wajah Kaito memerah, tidak menyangka ada yang mau berguru padanya.
“Ih, Kyanma jangan mau main sama Ka-chan!” Nanao meledek. “Nanti kamu dibego-begoin, lho!”
“Yang bego cuma Nao sama Bio!” balas Kaito sengit. “Nendang aja ga bisa!”
“Bisa, kok! Sini Nao buktiin! Bio mau ikut???”
“Mau!”
“Wah, ga ada yang mau main sama Chichi?”
“EHHH???”
Benar saja. Ternyata Hajime sudah berdiri di halaman belakang keluarga Kuroo entah sejak kapan.
“CHICHIIIIIIIIIIIIII”
Hajime yang awalnya masang muka biasa, langsung tersenyum lembut dan merangkul ketiga anaknya.
“Dah, ayo beresin!” ujar Hajime. “Kalian rusuh banget kalo main, jangan disamain kaya di rumah!”
“Oke!” sahut Kaito semangat, lupa dengan perjanjian tuan dan babu tadi. “Kyanma, kita level-up besok, ya!”
Kenma mengangguk
Lain dengan Tetsurou yang sudah capek kena mental hanya bisa tersenyum palsu dan membatin,
'Tolong jangan ada 'besok' di antara kita.'