“HATCHIIII!!!!”
“Euh, menjijikkan.”
“KAU YANG MEMBUATKU PULANG-PERGI NAIK TAKSI YANG PENGHANGATNYA RUSAK- WOW, TUNA MAYO!!!”
Atsumu yang sebenarnya masih ingin mengomel, teralihkan oleh onigiri berisikan tuna mayo kesukaannya. Osamu paling tahu bagaimana cara menyelamatkan telinganya dari omelan Atsumu.
“Aku nanti mau menginap di apartemennya Rin,” ucap Osamu sambil chatting di ponselnya.
“Hah? Ngapain?” timpal Atsumu dengan masih mengunyah.
“Dia sakit.”
“KAN, AKU JUGA!!!”
“Terus aku harus gimana??? Membelah diri???”
“ARRGGHH!!!”
Atsumu mengerang kesal, tapi bagaimanapun ia juga kasihan pada Rintarou yang sehabis bekerja siang sampai malam di acara pernikahan client, langsung berangkat ke event wibu untuk cosplay di sana. Setidaknya waktu Atsumu lebih luang karena ia mendapat libur kemarin, tapi sekarang ia harus menjadi orang dewasa dan pura-pura sehat supaya bisa bekerja.
“Nanti mungkin aku minta Keiji menemaniku makan,” putus Atsumu, karena ia tidak suka makan sendirian. “Sepertinya aku ketularan salah satu wibu yang ingusan.”
“Hah? Yang nungguin di mejamu sampai kamu datang?”
“Bukan! Itu Kiyoomi namanya!” Entah kenapa mengingatnya membuat senyum kecil terulas di bibirnya. “Dia kayanya wibu paling normal yang pernah ikutan hi-touch sama aku. Kamu tahu kan, biasanya kalo ga agresif, ya minta foto doang. Tapi dia bahkan keliatannya tidak tertarik sama sekali padaku.”
“Ah, masa?”
“Iya! Dia saja tidak tahu namaku! Sepertinya dia memang mau duduk di situ tanpa peduli itu lapak orang. Kelihatan overload.”
Atsumu tidak melanjutkan lagi saat sekilas ingatan mengenai pria bermasker hitam dengan rambut ikal hitam legam kemarin, terlihat lebih rileks setelah menerima boneka darinya. Atau perasaannya saja? Bagaimanapun, Atsumu lega dan berharap orang itu merasa lebih baik setelah pulang dari acara wibu kemarin.
“Oh...”
Atsumu menghela nafas, sudah pasti Osamu sama sekali tidak mendengarkannya karena sibuk chatting dengan kesayangannya. Si pirang melahap sisa onigirinya, lalu mengambil tas kerja dan bekal buatan Osamu, barulah kembarannya itu tersadar.
“Eh, beneran mau kerja?” tanyanya. Tidak terdengar khawatir, malah lebih seperti penasaran dan bertaruh dengan diri sendiri apakah Atsumu mampu menjalani hari yang pasti akan berat ini.
“Iya, lah! This is adulthood!“
“Adulthood tapi wibu.”
“Monyet! Kamu juga lebih parah!”
Osamu dengan mulus menghindar dari lemparan sandal dari Atsumu.
Atsumu itu “mudah” untuk dibuat senang. Walau ia kesal karena Osamu batal membantunya cosplay semalam, setidaknya kembarannya itu membantu membersihkan tempat tidurnya dan membuat bekal yang sangat enak.
Tadipun ia sempat ditegur oleh bosnya karena terlihat “tidak profesional” saat briefing dan itu membuat Atsumu kesal karena menurutnya ia sudah bersikap profesional dengan tetap datang bekerja seperti biasanya. Tapi ketika Keiji meminta hasil foto cosplay mereka kemarin, Atsumu kembali merasa senang karena ia memang menikmati acara wibu itu meski sangat lelah.
Tentu saja ia senang. Sebagian besar temannya datang ke acara tersebut, bahkan dua di antaranya ikut cosplay anime yang sama. Ada Suna Rintarou, pacar Osamu yang juga mengadakan hi-touch dan cosplay sebagai Yumeko. Ia adalah cosplayer yang jauh lebih sepuh dengan nama panggung Rin dan memiliki fanbase besar dibanding Atsumu yang baru memulainya saat lulus kuliah.
Lalu ada Akaashi Keiji, teman kuliah dan juga satu perusahaan dengannya yang mencoba untuk cosplay pertama kali dengan memerankan Sayaka, yang mana sangat cantik apalagi ia menyiapkan semuanya sendirian.
“Tuh, kamu cantik banget, Keiji!” puji Atsumu sementara Keiji yang berjalan di sebelahnya menyembunyikan wajahnya di balik folder-folder tebal. “Kita terlihat seperti sedang foto cover art lagu!”
Mereka akan rapat dengan tim produksi tentang garapan anime slice of life terbaru mereka, yang mana juga akan menjadi rapat perdana pertama Atsumu sebagai asisten color stylist mereka yang baru kembali dari cuti panjang.
Atsumu belum pernah bertemu dengannya, ia bahkan melupakan namanya karena orang itu tidak kunjung masuk. Yang jelas, orang-orang mewantinya supaya tidak banyak bicara dan kerjakan tugasnya dengan benar. Jadi Atsumu menyimpulkan, ia akan bekerja untuk orang tua yang seumur hidupnya dipenuhi dengan kepahitan.
“Bulan depan ada event lain, tapi aku masih belum tahu mau cosplay apa.” Atsumu masih ingin membahas acara wibu setelah pintu lift di lantai ruangan rapat terbuka. “Mungkin crossdress lagi? Keiji bagaimana?”
“Aku pikirkan dulu.” Keiji tertawa malu. “Aku saja harus mengumpulkan nyali bertahun-tahun untuk cosplay kemarin!”
“Reaksi pacarmu bagaimana?”
“Aku belum memberitahunya. Mungkin dia akan terkena serangan jantung.”
Merekapun tiba di depan pintu ruangan rapat yang terbuka. Keiji lebih dulu masuk untuk menyerahkan dokumen yang diminta direktur. Sementara Iizuna Tsukasa, senior yang melatihnya dan berada di tim yang sama, memanggilnya untuk duduk bersama dengan seorang pria yang menggunakan masker hitam.
Ah, itu pasti senior yang baru saja kembali dari cuti. Apakah ia masih sakit?
Tunggu.
TUNGGU DULU
“Atsumu-kun, kau pasti baru pertama kali bertemu dengan Sakusa Kiyoomi, kan?” Tsukasa sama sekali tidak tahu ada perdebatan yang sangat hebat dalam kepala Atsumu. “Kiyoomi, ini Miya Atsumu, yang baru saja bergabung dengan tim coloring untuk membantumu. Semoga kalian bisa bekerja sama dan tidak terbebani lagi, ya?”
Atsumu hampir tak dapat mendengarkan apapun, terutama saat nama itu disebut dan tatapan mereka bertemu. Rambut hitam ikal, masker hitam, dan juga dua titik di dahinya.
Sakusa Kiyoomi.
Kiyoomi.
Omi-kun???
Itu bukannya wibu yang kemarin???
Yang duduk di lapaknya dan kelihatan seperti tidak ingin di sana sama sekali???
Tunggu, mereka ternyata satu kantor??? SATU TIM??? SENIORNYA BUKAN SEORANG TUA YANG PENUH KEPAHITAN???
Gawat, gawat, gawat. Atsumu menangis panik dalam hati dan ingin resign saat ini juga karena aibnya sebagai wibu, tidak hanya wibu, tapi juga crossdresser, terbongkar bahkan sebelum mereka benar-benar mengenal satu sama lain.
“Kiyoomi, rapat akan segera dimulai. Mungkin kau bisa menurunkan maskermu,” ujar Tsukasa.
“Kalau kau bisa mengganti aroma jeruk tidak menyenangkan dari ruangan ini.” Kiyoomi memainkan ponselnya. Ia sama sekali tak mengatakan apapun pada Atsumu setelah kontak mata yang begitu intens terjadi selama beberapa detik barusan.
Oh, pasti Kiyoomi sudah sangat ilfeel karena sikap centilnya, apalagi ia berdandan seperti perempuan.
“Ah, Kiyoomi. Sebentar saja! Setidaknya saat kau bicara dengan orang lain. Kau bahkan belum berkenalan dengan Atsumu. Kalian harus mencoba untuk akur, oke?”
“Kau benar.”
Kiyoomi membalik ponselnya hingga layarnya menempel pada meja, lalu mengalihkan matanya pada Atsumu yang masih berdiri kaku dengan jarak sekitar 1 meter darinya.
“Kenapa kau masih berdiri?” tanya Kiyoomi dan bersamaan dengan itu, pintu ruangan rapat ditutup. “Duduklah. Ini akan jadi rapat yang sangat membosankan.”
Dia bersikap seperti biasa. Sama seperti saat bicara dengan Atsumu kemarin. Nadanya tak menunjukkan kalau ia tertarik dengan kegiatan yang dijalaninya ataupun tempat yang ia pijak saat ini. Atsumu perlahan duduk dengan masih memberi jarak dari Kiyoomi.
Ya Tuhan, Atsumu benar-benar ingin resign dari pekerjaan ke-empatnya selama hidup ini.
Sakusa Kiyoomi benar. Rapat ini begitu membosankan. Semua yang ada di ruangan lebih berfokus pada jalan cerita pada manga yang akan mereka adaptasi, saat tiba waktunya untuk membahas pewarnaan pada desain karakter, orang-orang hanya menyerahkan semuanya pada tim warna.
“Pada akhirnya kita disuruh memikirkannya sendiri??? Tidak ada diskusi mengenai warna apa yang harus kita hindari atau yang sebaiknya dipakai??? Mangakanya juga ingin kita berkreasi sendiri dengan mencocokkan keprbadian karakter???” gerutu Atsumu sambil mengemasi barang-barangnya. “Bagaimana kalau penggemar menotis ada perbedaan dalam manga dan adaptasinya, lalu mereka protes? Misal mereka berimajinasi kalau Akane berbulu abu-abu, tapi ternyata kami mewarnainya oranye. Dan itu baru kucingnya si karakter pendamping! Belum lagi warna seragam, mata, rambut, AAAAKKHHHH!!! AKU TIDAK SIAP DIHUJAT NETIZEN HANYA KARENA SALAH WARNA!!!”
Tsukasa tertawa kecil mendengar gerutuan Atsumu. Ia bisa memaklumi kegelisahan staf baru yang sangat bergairah tapi harus dihadapkan dengan tugas yang sulit.
Atsumu lalu mengikuti Tsukasa yang berjalan menuju lift bersama... Kiyoomi yang tak mengatakan apapun sejak mereka usai rapat. Tsukasa mengajak mereka untuk minum teh bersama, yang mana Atsumu kagum dengan sisi 'orang tua' dari seniornya di saat staf lain pergi minum bir dan makan daging panggang, padahal mereka hanya terpaut usia satu tahun.
“Sepertinya aku harus cuti lagi.” Adalah kalimat pertama yang Kiyoomi ucapkan setelah berjam-jam.
“Kiyoomi... Kau sebaiknya tidak meninggalkan aku lagi. Setidaknya bantu Atsumu untuk terbiasa dengan pekerjaan kita. Dan lebih cepat kita mengerjakan ini, lebih baik-”
“Ya, ya, ya. Pokoknya aku tidak mau mendengar tentang ini saat kita minum teh.”
Ah, Atsumu hampir melupakan insiden wibu yang tadi sempat menguasai kepanikannya. Lama-lama dia mulai dapat menghubungkan benang yang ada. Tidak heran kalau Omi-kun, maksudnya Sakusa Kiyoomi, terlihat begitu lelah kemarin. Siapa yang tidak lelah dengan menanggung beban segila ini? Dan lagi, bagaimana jika saat hari event yang akan datang, Atsumu tidak bisa mengikutinya?
Saking memikirkannya, Atsumu tidak sadar bahwa mereka sudah duduk di dalam kedai teh yang sangat hangat dan nyaman. Pengunjungnya rata-rata adalah orang lanjut usia dan ibu-ibu. Atsumu jadi teringat salah satu seniornya di masa sekolah yang juga suka nongkrong di tempat seperti ini. Ah, ia jadi rindu Hyogo. Rasanya hidupnya masih lebih mudah saat masih di sana.
“HATCHI!!!”
Atsumu kembali bersin dan memeperkan ingusnya pada syalnya. Hidungnya masih saja gatal, mungkin Osamu dan Rintarou sedang menggosip tentang dirinya.
“Kalau sakit, lebih baik pulang saja,” ujar Kiyoomi. “Istirahat setelah rapat produksi sangat jauh lebih baik.”
“Kiyoomi...” Tsukasa tertawa canggung atas sikap Kiyoomi barusan. “Ini pertama kalinya kita kumpul bertiga, jadi sebaiknya saling mengenal lebih dulu sebelum bekerja.”
“Peeeep.” Kiyoomi membuat suara sensor dengan mulutnya sendiri. “Dilarang membahas pekerjaan. Kak Iizuna, denda.”
Bagaimana bisa orang ini terlihat menghibur tapi juga malas di saat bersamaan? Atsumu sedikit mengagumi kemampuan seperti itu. Selama ini ia tahu bahwa orang-orang menganggap sikapnya sangat jutek saat diam dan menyebalkan saat bicara. Satu-satunya keadaan yang membuat manusia lain nyaman dengan dirinya hanya saat ia menjadi Natsumi.
Oh. Atsumu merinding lagi.
“Seru sekali,” timpal Atsumu sambil menuangkan teh chamomile ke gelas Tsukasa dan Kiyoomi. Bagaimanapun, ia adalah junior di antara mereka. “Kalian sepertinya sangat dekat. Selama ini apakah di tim coloring cuma ada kalian berdua?”
“Sayangnya begitu,” jawab Tsukasa, lalu berterima kasih pada Atsumu atas tehnya. “Aku dan Kiyoomi satu sekolah. Kami juga masuk ke tim voli yang sama. Aku kapten dan juga setter. Lalu meskipun kelihatannya dia seperti ini, tapi dia adalah wing spiker terbaik kami dan satu-satunya anak kelas 1 yang ikut ke tim inti saat aku menjadi kapten.”
“Benarkah??? Kalian bermain voli???” Mata Atsumu berbinar, isi kepalanya membayangkan Kiyoomi dengan masih memakai masker dan jaket tebal, memukul bola di lapangan dengan disoraki keramaian. Tapi satu fakta terakhir membuatnya teralih. “Tunggu, Omi-ku- Maksudku, apa berarti Kak Sakusa 2 tahun di bawah Kak Iizuna?”
Alis Kiyoomi mengernyit saat nama tersebut tak sengaja terucap lewat bibir Atsumu. Oh, dia sungguh menggali lubang sendiri.
“Kenapa kau lupa terus, Kak Iizuna? Aku memang 2 tahun lebih muda darimu, tapi aku satu angkatan dengan pacarmu,” gerutu Kiyoomi.
“Ah, benar! Ya ampun, apa aku sudah mulai tua?”
“Rambutmu memutih, tuh. Aku serius, Kak. Kau harus melihatnya sendiri.” Jeda selama dua detik sampai Kiyoomi mengakhiri kalimatnya dengan, “Maaf kalau tersinggung.”
“Kurasa kau benar. Motoya juga pernah mengatakannya padaku.”
Atsumu sama sekali tidak bisa menebak apakah Kiyoomi benar-benar mengingat pertemuan mereka kemarin.
Semua orang selalu pamer kepada dunia kalau bertemu dengan cosplayer favorit mereka. Kiyoomi memang bertemu dengan dirinya yang menjadi Natsumi, tapi ia bukan penggemarnya maupun wibu yang setidaknya tahu namanya.
Kiyoomi hanya seorang yang kebetulan ingin mengasingkan diri sejenak dan tak sengaja duduk di lapaknya. Itu saja. Pertemuan mereka seharusnya tidak begitu spesial, jadi tentu saja ia takkan mengingatnya.
“Omong-omong soal Motoya, dia cerita kalau pergi ke event wibu denganmu ya, Kiyoomi?”
“UHUK!!!”
Atsumu tersedak kue kering almond pesanannya.
“Eh- Atsumu! Kau baik-baik saja?” Tsukasa menuangkan teh ke dalam cangkirnya dan memberikannya pada Atsumu. “Minumlah dulu!”
“Ingus dan ludahmu kemana-mana sampai aku tidak bisa membedakannya dengan percikan teh,” komentar Kiyoomi, menarik beberapa lembar tisu dan membersihkan noda-noda yang terciprat di atas meja. “Maaf kalau terdengar sarkas, tapi kau bisa melihatnya sendiri.”
“Kiyoomi!”
“T-Tidak apa-apa!” Atsumu mengibaskan tangannya, sama sekali tak peduli dengan fakta yang terucap begitu lancarnya dari mulut Kiyoomi. “Lanjutkan saja pembicaraan kalian!”
“Hm... Memang benar. Dia sangat tergila-gila dengan Rin-chan, jadi aku hanya menemaninya sampai situ lalu pergi ke tempat lain.”
“Haha, sudah kuduga! Tapi kata Motoya, kau juga ikut hi-touch dengan cosplayer Kakegurui yang lain?”
Tidak.
Tolong, Atsumu tak ingin mendengar apapun.
Kiyoomi melirik Atsumu dan saat pandangan mereka bertemu, si rambut hitam langsung beralih ke teh chamomile di dalam cangkirnya yang tersisa beberapa tetes saja.
“Oh. Benar. Bisa dibilang begitu.” Hanya itu yang dikatakannya.
“Sungguh? Ternyata sudah tiba saatnya kamu terjun di hobi seperti ini.” Tsukasa terdengar seperti seorang ayah yang bangga dengan anak perjakanya yang akhirnya mengenal seorang gadis (jadi-jadian). “Dan bagaimana pengalamanmu berinteraksi dengan cosplayer?”
Atsumu menahan nafas.
Tolong. Jangan katakan apapun.
Kiyoomi menghembuskan nafas sebelum menjawab, “Tidak buruk. Rasanya seperti pergi ke suatu pameran di mana orang-orang memperlihatkan seni yang terinspirasi dari berbagai macam seni terdahulu. Kurasa aku mulai paham kenapa Motoya begitu senang menghadiri acara seperti ini.”
Kemudian alias Kiyoomi kembali merengut tidak suka. “Tapi acaranya sangat ramai, padat, berisik, dan aku tidak bisa bernafas. Sangat menguras tenagaku.”
“Tentu saja kau akan merasa begitu! Makanya aku lebih suka melihat-lihat perabotan.” Tsukasa tertawa. “Mungkin kapan-kapan aku akan coba ikut kalau Motoya mengajak. Katanya bulan depan ada acara wibu lagi, apa kau akan ikut?”
“Mungkin. Kalau ada yang menarik.”
Bahu Atsumu yang semula tegang, perlahan kembali rileks. Kiyoomi memaparkan jawaban yang sama sekali tidak Atsumu duga, tapi di saat bersamaan, tidak membuatnya terlalu terkejut. Entah bagaimana, Atsumu tahu Kiyoomi tidak akan berkomentar mengenai pertemuan mereka.
Apakah Kiyoomi memang tahu bahwa Atsumu adalah Natsumi dan bermaksud untuk menutupinya? Kalau iya, kenapa?
“Kalau Atsumu bagaimana? Apa kau suka acara wibu juga?”
Oh, Atsumu ternyata masih belum bisa tenang.